Chapter 5. The Sacredness of Personality.

Principle 4. These principle (authority & docility) are limited by the respect due to the personality of children, which must not be encroached upon whether by the direct use of fear or love, suggestion or influence, or by undue play upon any natural desire.

Orangtua ingin anak taat, dan anak memang mencari figur otoritas. Namun ada batasan dalam cara membuat anak taat yang semuanya dibebankan pada orangtua. Orangtua sering menyalahgunakan otoritasnya dalam membuat anak melakukan keinginannya. Charlott Mason menunjukkan ada 5 hal yang sering dimanipulasi oleh orangtua untuk mendapatkan ketaatan anak.

1. Rasa takut

Supaya anak taat, mereka ditakut-takuti dengan hukuman. Mereka juga ditakut-takuti akan kehilangan rasa cinta. “Mama ga sayang kamu lagi kalau kamu tidak habiskan makananmu,”

2. Rasa cinta

Saya ingat pernah seorang teman berkata, “Papaku baik sekali, karena itu aku mau menuruti keinginannya,”. Saya heran, ada ya anak yang seperti ini, sangat sayang pada ayahnya. Ternyata hal ini sangat berbahaya. Anak jadi kehilangan kesempatan untuk perkembangan kepribadiannya karena ingin menyenangkan orangtua/guru. Anak jadi bergantung pada orangtua, menjadi pengikut. Tidak mandiri.

3. Saran

Saran sepertinya baik dan tidak berbahaya. Tapi terus menerus memberi saran bisa menghasilkan 2 hal; anak menerima saran atau malah kebalikannya sama sekali tidak mau menerima saran.

4. Pengaruh

Anak-anak sangat dipengaruhi oleh orang yang lebih dominan. Siapa yang lebih besar pengaruhnya, dialah yang akan didengarkan. Hal ini bisa membuat anak tumbuh menjadi parasit, terus saja mencari orang yang lebih kuat untuk diikuti, sehinggga dia tidak bisa mandiri.

5. Manipulasi hasrat

Menggunakan motivasi hasrat dapat menghasilkan ketaatan, namun ada efek samping yang berbahaya bila terlalu ditekankan. Charlotte Mason memaparkan 5 hasrat anak yang sering dimanipulasi ;

a. Hasrat untuk diakui

Ketika anak menunjukkan satu karyanya, dia selalu ingin mendapatkan respon bangga kita sebagai tanda persetujuan. Ini baik karena anak dapat melakukan sesuatu demi diakui oleh orang yang disayanginya. Namun anak dapat beralih menjadi orang yang selalu ingin diakui. Dia akan mencari pengakuan itu dari semua orang, tidak peduli orang itu baik atau tidak. Asalkan aku diakui tidak masalah. Ini mengerikan. Terobsesi dengan jumlah like, dengan jumlah subscriber, dengan ucapan terimakasih, dll. Masyarakat jaman sekarang pun mengejar pengakuan ini.

b. Hasrat ingin jadi yang terbaik

Semua orang ingin menjadi yang terbaik. Ingin menang. Ada anak yang akan berusaha sekuatnya untuk menang. Namun ada karakter anak tertentu yang tidak mau bergabung dalam perlombaan dan memilih untuk menyerah saja meskipun hatinya ingin menang. Kepada anak-anak orang dewasa mencoba memotivasi dengan hadiah. Anak jadi berlomba-lomba untuk menang. Dan anak yang paling ambisius lah yang menang, bukan anak yang paling ahli. Ironis. Keserahakan dan obsesi adalah efek samping manipulasi hasrat ini.

Kepolosan anak dimanipulasi dengan menggunakan hadiah tertentu sehingga anak kehilangan tujuan utamanya. Hadiah itulah yang kini dia kejar. Rasa puas mendapatkan pengetahuan seharusnya sudah cukup. Namun kini pengetahuan hanya menjadi batu loncatan untuk dia mendapatkan hadiah.

Anak saya ketika masih kecil pernah saya coba dengan cara ini. Kalau kamu lakukan A, kamu dapat 1 bintang. Nanti kalau sudah kumpul 10, kita akan makan es krim. N jadi sangat ingin mendapatkan bintang. Yang tadinya saya harap bisa 1 bintang per hari, dia akali sehingga bisa dapat 10 bintang dalam sehari. Fokusnya beralih. Ingin bintang. Ingin es krim. Dalam situasi yang lain dia sangat ingin dapat hadiah itu sampai frustasi, bahkan tidak mau mencoba. Saat itu saya hanya tahu bahwa dia tidak akan termotivasi dengan hadiah, dan dalam situasi sekolah dia akan jadi anak yang menyerah. Saya bersyukur Charlotte Mason menjelaskan filosofi di balik kasus ini, dan membiarkan anak saya mendapatkan hadiah dalam pengetahuan, makanan untuk jiwanya saja.

c. Hasrat ingin berkuasa

Dalam satu kelompok selalu ada anak yang cenderung bossy, selalu ingin jadi pemimpin. Dan biasanya anak itu yang selalu mendapat bagian membantu orang dewasa dalam situasi kelompok. Seperti membantu mengabsenkan, menjadi ketua kelas, membantu membagikan snack, dll. Anak itu senang. Tetapi anak lain yang lebih pasif jadi terabaikan. Situasi ini malah memberi makan benih manipulatif yang jahat dalam diri anak yang memimpin. Tidak ada anak yang boleh disisihkan untuk memberi jalan anak lain yang bossy. Orang dewasa harus mengarahkan anak untuk menggunakan kuasanya dengan melayani anak yang lain.

d. Hasrat ingin berkomunitas

Anak-anak selalu ingin berkumpul dengan teman. Itu baik. Tapi mudah jatuh dalam membentuk gank yang tidak berguna. Anak perlu bimbingan dalam berkomunitas dan anak harus mencintai pengetahuan supaya bisa berkumpul dengan orang-orang yang memiliki minat sama dan berdiskusi yang berguna.

e. Hasrat untuk tahu

Hasrat ini cukup untuk memelihara anak sampai dewasa, untuk terus mencari pengetahuan dan berkembang. Namun bisa juga keingintahuannya ini jatuh kedalam sekedar ingin tahu hal-hal yang receh; gosip terbaru, tren terkini, dll. Harus diarahkan dengan makanan bergizi bagi benaknya. Yang bisa memperkaya jiwa dan memberikan makanan sehat.

Hal-hal yang sepertinya tidak berbahaya dan sering dipakai sebagai trik parenting ternyata punya dampak dalam kepribadian anak. Hasilnya adalah orang yang tidak mandiri, yang selalu bergantung, mencari persetujuan dan arahan dari orang lain. Kepribadian anak itu sendiri tidak berkembang.

Saya ngeri membaca bab ini. Sepertinya kepada N saya terlalu dominan. Dia tidak terlalu bermasalah dalam ketaatan. Tapi menakutkan kalau ketaatannya karena manipulasi saya. Saya masih perlu banyak belajar. Ketika membaca kembali judul paragraf ini saya perlu banyak merenung. The sacredness of personality. Sudahkah saya menganggap kepribadian, persona anak saya sesuatu yang suci ? Apakah saya bersikap lancang kepadanya dengan kata-kata saya untuk memotivasi dan mengharapkan ketaatannya? Saya rasa saya perlu belajar untuk tidak langsung bicara, menegur, atau menyemangati. Perlu tenang dulu, menghargai persona anak ini.

Leave a comment